(TULISAN SEJARAH JAMBI)
JUDUL
EKS KANTOR RESIDEN JAMBI MENJADI MARKAS KOMANDO DITPOLAIR POLDA JAMBI
Ditulis
Sebagai Upaya Untuk Memberikan Informasi,
Pernyataan Kebanggaan dan Rasa Percaya Diri sebagai warga Jambi
AKBP. H. DADANG DJOKO KARYANTO, AMd Mar, SH, SIP, MH.
Jambi, April 2015
SEJARAH SINGKAT PROVINSI JAMBI
dan
CERITA SEJARAH EKS KANTOR RESIDEN JAMBI MENJADI MAKO DITPOLAIR POLDA
JAMBI
kantor residen Jambi
Oleh (AKBP H.DADANG DJOKO
KARYANTO,AMd Mar, SH,SIP,MH)
I.Sejarah Singkat Tentang Kebedaraan Markas
Sejarah singkat tentang
kebedaraan markas atau kantor Residen Jambi, berawal dari keberhasilan kerajaan
Belanda dalam menaklukkan dan menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi, maka
pemerintah Kerajaan Belanda menetapkan bahwa wilayah Jambi sebagai Keresidenan
dan masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie. Residen Jambi yang pertama O.L
Helfrich yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal
Belanda Nomor. 20 tanggal 4 Mei 1906 dan pelantikannya dilaksanakan pada
tanggal 2 Juli 1906. Kekuasaan kerajaan
Belanda atas wilayah Jambi berlangsung ± 36(tiga puluh enam) tahun karena pada
tanggal 9 Maret 1942 terjadi peralihan kekuasaan kepada Pemerintahan Jepang
sebagai pemenang dalam perang kawasan Asia pasifik pada saat itu. Oleh karena
itu kantor eks Residen Jambi menjadi
saksi sejarah yang tidak kalah
pentingnya dalam membuka tabir asal usul pemerintahan di Jambi. Sehingga perlu
kiranya gedung tua yang merupakan monumen
saksi sejarah Jambi tersebut dijaga dan
dilestarikan, termasuk sebagai bagian
cagar budaya yang berkaitan dengan bangunan bersejarah yang tetap harus dirawat
secara maksimal.
Direktorat polisi perairan Polda Jambi adalah salah satu direktorat bagian dari Polda Jambi yang sengaja menempati eks Kantor Residen Jambi pada tanggal 15
Januari 2014, keadaan ini disebabkan karena hingga saat ini kesatuan tersebut belum memiliki bangunan
permanen sebagai markas direktorat sendiri, oleh karena itu didorong keinginan untuk melestarikan dan rasa cinta
terhadap peninggalan sejarah, dimana gedung tersebut adalah tempat pertama
pemerintahan Jambi dan pada awalnya dalam keadaan kotor, tidak terawat dengan
baik, maka Ditpolair berinisiatif memugar dan mencoba merawat secara maksimal
tanpa merubah konsep aslinya, sehingga terlihat pada saat ini dalam kondisi
yang elok, bersih, terawat dan asri, dengan tampilan klasik seperti wajah awal dimana gedung tersebut
dibangun. Tampilan jadul dengan ciri kasnya ala bangunan Belanda tahun 1906,
dan luar biasa klasiknya.
II.Sekelumit Cerita Sejarah Pemuda Jambi.
Sekelumit Cerita Sejarah Ketika Pemuda Jambi
Menodong Bung Hatta. Pemekaran wilayah yang marak setelah
reformasi bergulir, boleh jadi memiliki kesamaan alasan dan latar belakang
dengan pemekaran yang terjadi pada dekade pertama kemerdekaan Indonesia.
Perlunya putra daerah yang berkiprah di tanah sendiri dan peranan pemuda Jambi
lebih dominan, misalnya. Kondisi yang demikian menjadikan 2(dua) hal itu
menjadi dinamika menjelang lahirnya Provinsi Jambi pada tanggal 6 Januari 1957,
merujuk 58 tahun yang lalu. Sejak digabungkannya Keresidenan Sumatera Barat, Riau dan Jambi dalam
Provinsi Sumatera Tengah, pada tahun 1948, adalah merupakan tonggak penting
dalam sejarah Jambi. Terlebih, sebelumnya ada keinginan agar Jambi dimasukkan
kedalam Keresidenan Sumatera Selatan. Namun pada akhirnya, setelah perundingan
dilakukan dan alotnya pembicaraan pada
saat pembahasan, pemungutan suara Komite Nasional Indonesia Sumatera yang
bersidang di Bukittingi, yang pada akhirnya sepakat dan memutuskan bahwa Jambi
adalah bagian dari Sumatera Tengah. Keinginan
itu rupanya tetap tumbuh. Mengutip pernyataan Gusti Asnan dalam "Berpisah
untuk Bersatu Dinamika Pemekaran Wilayah di Sumatera Tengah Tahun 1950-an".
Ada sejumlah penyebab yang membuat Jambi ingin menjadi bagian wilayah Provinsi
Sumatera Selatan. Asnan menyirat bahwa ucapan Raden Mohammad Shadak, adalah seorang
anggota Partai Indonesia Raya (PIR). Menurut bapak Mohammad Shadak, secara
kekeluargaan (sosial), adat-istiadat, budaya, perhubungan, dan lain-lain, sudah
barang tentu adalah pada tempatnya Jambi
lebih dekat dan termasuk bagian dari Sumatera Selatan. Demikian disampaikan
karyawan Djambische Volksbank (bank di Jambi ketika itu) pada sebuah ceramah di
Jambi, 27 Desember 1952. Itu satu hal. Persoalan lain adalah perasaan tidak
puas terhadap Sumatera Barat. Di masa itu, Sumatra Barat memang dominan di
Sumatera Tengah. Dominasi elitenya itu nampak pada posisi penting dalam
pemerintahan daerah. Dalam tulisannya
yang lain, bapak Gusti Anan yang juga Guru Besar Sejarah Universitas Andalas "Regionalisme,
Historiografi, dan Pemetaan Wilayah: Sumatera Barat Tahun 1950-an"
dengan gamblang menbedahnya. Kata dia, gubernur pertama adalah orang Sumatera
Barat dan 20 diantara 29 anggota Dewan Perwakilan Daerah Sumatera Tengah
(DPRST) adalah wakil Sumatera Barat. Sementara itu, beberapa wakil dari Riau
dan Jambi juga berasal dari Sumatera Barat. Selain itu, 4 dari 6 anggota Dewan
Eksekutif Provinsi adalah orang Sumatera Barat, termasuk ketuanya. Tentunya
kondisi yang demikian membuat situasi dan suasana kecemburuan terhadap Jambi, yang timbul
ketika itu adalah hal yang lumrah terjadi pada waktu itu. Kemudian situasi yang penuh ketimpangan, cemburu atas
peran Sumbar yang lebih dominan, tidak sampai memicu situasi konflik kontak fisik yang kini lebih dikenal
dengan istilah SARA. Pada kenyataanya, dominasi tersebut juga dikeluhkan dan
dikemukakan oleh rakyat Riau. Mereka kemudian ingin memisahkan diri dari
Sumatera Tengah. Sehingga dinamika
ketidakpuasan itu, terekam di surat kabar Haluan. Pada edisi tanggal 15
Desember 1952, surat kabar tersebut memuat aksi rakyat Jambi yang membuat pernyataan
dan naskah resolusi. Itulah afirmasi pertama yang disampaikan secara tegas dalam
menggugat keberadaan Sumatera Tengah. "Resolusi
itu adalah pernyataan pertama yang menuntut agar Provinsi Sumatera Tengah
dipecah," tulis Gusti Anan, yang lahir di Pasaman, Sumatera Barat.
Menurutnya, ada dua alasan yang dikemukakan oleh penandatangan resolusi itu.
Pertama, tokoh-tokoh Jambi yang selama ini menjadi bupati akan diganti. Bupati
M Kamil, misalnya akan diganti dengan bupati baru. Kedua,Bukittinggi disebut-sebut
telah menganaktirikan rakyat Jambi. Hal ini ditegaskan dengan pernyataan, selama
daerah Jambi masuk Provinsi Sumatera Tengah perhubungan semakin sulit.
"Perjalanan dari Jambi ke Bukittinggi bisa ditempuh dalam waktu dua
minggu, dan bila musim penghujan bahkan bisa memakan waktu satu bulan,"
ungkap Gusti Anan.
Kekecewaan akan infrastruktur ini mengingatkan kita pada jalan Jambi-Kerinci yang dulu acap dikeluhkan. Sehingga tak heran dulu sempat timbul wacana Kerinci ingin menjadi provinsi sendiri.
Seiring waktu, keinginan Jambi untuk menjadi provinsi sendiri kian kuat. Di sinilah peran pemuda membuahkan hasil. Himpunan Pemuda Merangin Batanghari dan Front Pemuda Jambi (FROPEJA) pada 10 April 1954 membuat pernyataan bersama yang kemudian diserahkan langsung kepada Bung Hatta.
Kekecewaan akan infrastruktur ini mengingatkan kita pada jalan Jambi-Kerinci yang dulu acap dikeluhkan. Sehingga tak heran dulu sempat timbul wacana Kerinci ingin menjadi provinsi sendiri.
Seiring waktu, keinginan Jambi untuk menjadi provinsi sendiri kian kuat. Di sinilah peran pemuda membuahkan hasil. Himpunan Pemuda Merangin Batanghari dan Front Pemuda Jambi (FROPEJA) pada 10 April 1954 membuat pernyataan bersama yang kemudian diserahkan langsung kepada Bung Hatta.
Wakil Presiden RI yang pertama Bung Hatta menerima resolusi itu, yang
keberadaan beliau pada saat ia hadir di
di kota Bangko. Tak sampai di situ, klimaksnya pada kongres rakyat Jambi tanggal
14- s.d 18 Juni 1955 di gedung bioskop Murni terbentuklah wadah perjuangan
Rakyat Jambi bernama Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD). Dan lagi-lagi peran pemuda
Jambi bergerak untuk memperjuangkan
terkait kemandirian wilayah Jambi agar berpisah dari wilayah Sumatra Tengah. Keberadaan kongres Pemuda se-Jambi pada
tanggal 2-5 Januari 1957 mendesak BKRD menyatakan Keresidenan Jambi secara de
facto menjadi Provinsi selambat-lambatnya tanggal 9 Januari 1957 .
Singkat cerita, pada 9 Agustus 1957 Presiden Soekarno akhirnya menandatangani UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi.
Mengutip Usman Meng, kendati dejure Provinsi Jambi ditetapkan dengan UU Darurat 1957 dan kemudian UU No. 61 tahun 1958 tetapi dengan pertimbangan sejarah asal-usul pembentukannya oleh masyarakat Jambi melalui BKRD maka tanggal Keputusan BKRD tanggal 6 Januari 1957 ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jambi. Bioskop Murni, Saksi Sejarah Deklarasi
Sayangnya kini satu tempat bersejarah tersebut tak tampak lagi bekas-bekas peninggalan cagar budaya. Semua hilang dimakan renovasi. Tokoh sejarah dan budayawan Jambi, Junaidi T Nor banyak menceritakan fungsi penting dari gedung itu yakni menjadi tempat rapat Badan Kongres Rakyat Jambi (BKRJ). "Jadi di sanalah seluruh utusan dari Jambi Ulu dan Jambi Ilir serta Jambi Praja," ujar bapak Junaidi. Pak Junaidi menjelaskan bahwa Jambi Ulu yang pada saat ini berubah menjadi Batanghari dan Ilir menjadi Merangin, sedangkan Jambi Praja adalah Kota Jambi. Itu sesuai dengan perkembangan masing-masing wilayah. Di gedung tersebut terjadi pembicaraan serius puluhan pemuda. Mereka menyusun persiapan deklarasi pendirian provinsi Jambi yang kemudian ditembuskan pada pemerintah pusat Republik Indonesia. "Bicara politik, kelompok tapi belum membicarakan siapa yang memimpin Jambi," katanya. Pak Junaidi menjelaskan kenapa saat itu Bioskop Murni dipakai sebagai tempat musyawarah bagi pemuda Jambi. Dia mengatakan tempat itu menjadi tempat strategis karena, kantor residen gubernur, kantor walikota dan kantor bupati terletak di sekitar daerah itu.
Singkat cerita, pada 9 Agustus 1957 Presiden Soekarno akhirnya menandatangani UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi.
Mengutip Usman Meng, kendati dejure Provinsi Jambi ditetapkan dengan UU Darurat 1957 dan kemudian UU No. 61 tahun 1958 tetapi dengan pertimbangan sejarah asal-usul pembentukannya oleh masyarakat Jambi melalui BKRD maka tanggal Keputusan BKRD tanggal 6 Januari 1957 ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jambi. Bioskop Murni, Saksi Sejarah Deklarasi
Sayangnya kini satu tempat bersejarah tersebut tak tampak lagi bekas-bekas peninggalan cagar budaya. Semua hilang dimakan renovasi. Tokoh sejarah dan budayawan Jambi, Junaidi T Nor banyak menceritakan fungsi penting dari gedung itu yakni menjadi tempat rapat Badan Kongres Rakyat Jambi (BKRJ). "Jadi di sanalah seluruh utusan dari Jambi Ulu dan Jambi Ilir serta Jambi Praja," ujar bapak Junaidi. Pak Junaidi menjelaskan bahwa Jambi Ulu yang pada saat ini berubah menjadi Batanghari dan Ilir menjadi Merangin, sedangkan Jambi Praja adalah Kota Jambi. Itu sesuai dengan perkembangan masing-masing wilayah. Di gedung tersebut terjadi pembicaraan serius puluhan pemuda. Mereka menyusun persiapan deklarasi pendirian provinsi Jambi yang kemudian ditembuskan pada pemerintah pusat Republik Indonesia. "Bicara politik, kelompok tapi belum membicarakan siapa yang memimpin Jambi," katanya. Pak Junaidi menjelaskan kenapa saat itu Bioskop Murni dipakai sebagai tempat musyawarah bagi pemuda Jambi. Dia mengatakan tempat itu menjadi tempat strategis karena, kantor residen gubernur, kantor walikota dan kantor bupati terletak di sekitar daerah itu.
III.Catatan H.Zaihifni Ishak
(Daun Sekejut)
Catatan H.Zaihifni
Ishak (Daun Sekejut), menurut ahli sejarah,
mungkin hanya sebagian masyarakat yang mengerti. itupun Jika ada kebanyakan
masyarakat hanya mengetahui melalui buku-buku dan referensi lainnya. Misalnya,
sejarah Provinsi Jambi hampir sebagian masyarakat belum mengetahui secara pasti
sejarah tersebut. Berikut catatan kecil
seorang pemerhati sejarah dan pemerintahan Jambi, H Zaihifni Ishak (Daun
Sekejut). Dalam catatan kecil pria yang kini berumur 80 tahun itu, ada
pertanyaan pertama tentang apa makna Sepucuk Jambi Sembilan Lurah itu
sebenarnya? Menurut dia, semboyan
Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, adalah satu kalimat yang tidak bisa dipisah
karena istilah itu merupakan suatu satu kesatuan. Istilah Sepucuk Jambi
Sembilan Lurah sebenarnya berasal dari perkataan Kepoentyak Djambi Sembilan
Loerah.
“Kepoentjak Jambi Sembilan Loerah itu ialah
suatu daerah sebelah atas dari daerah tujuh koto dan sembilan koto. Jadi,
daerah Kepoentjak Djambi Sembilan Loerah itu termasuk Kerajaan Jambi pada zaman
dahulu. Tetapi sekarang tidak masuk ke dalam Provinsi Jambi. Bahkan,
menyebutkan Sepucuk Jambi Sembilan Lurah sama dengan Provinsi Jambi sekarang
adalah suatu kesalahan besar,” cetusnya.
Masih dalam catatannya, terkait Meriam Si Jimad dan Gong Sitimang Jambi.
Kata dia Meriam Si Jimad adalah lambang Suku Kedipan (Orang Kayo Kedataran)
yang bertempat tinggal di Petajen. Sedangkan Gong Setimang Jambi adalah lambang
bangsawan suku perban yang diketuai oleh Orang Kayo Pingai. “Yang bertempat tinggal di Jebus. Andai kata
ada orang yang mengatakan Meriam Si Jimad dan Gong Sitimang Jambi adalah
lambang Kota Madya Jambi, perlu ditanyakan kepada orang yang membuat lambang
Kota Madya itu,” katanya. Berikutnya,
kata dia terkait yang dikatakan Kerajaan Jambi. Menurut dia, yang termasuk
Kerajaan Jambi dulu adalah VII Koto dan IX Koto, Jebus, Air Hitam, Petajen,
Marosebo dan Pucuk Jambi Sembilan Lurah.
“Dengan demikian berarti Sepucuk Jambi Sembilan Lurah itu adalah
sebagian Kerajaan Jambi dulu dan juga Pucuk Jambi Sembilan Lurah itu tidak
identik dengan Provinsi Jambi saat ini,” tulisnya. Terakhir, kata Daun Sekejut terkait asal mula
kata Jambi. Menurut cerita, ada seorang putri yang bernama Putri Pinang Masak
diikuti oleh ketiga saudaranya datang ke tempat yang sekarang, bernama Kota
Jambi. Pada waktu itu, nama tempat itu
bukanlah Jambi. Di bawah pimpinan Putri Pinang Masak, kerajaannya makin makmur,
pedagang-pedangan keliling menyebarkan keharuman ke mana-mana. Di antara
pedagang-pedagang itu ada yang datang dari Mataram. Setelah ia kembali ke
Mataram iya menceritakan kekagumannya atas kecerdasan Putri Pinang Masak.
Raja Mataram setelah mendengar cerita itu
menyebutnya dengan nama Putri Djambe. Sejak itu kerajaan itu juga disebut
Kerajaan Jambe. “Jadi, kata Jambi itu berasal dari kata Jambe yang di dalam
bahasa Jawa artinya pinang,” cetusnya. Lebih
lanjut ia menjelaskan, pada mulanya kerajaannya yang dinamakan Jambe
berubah juga ibukotanya menjadi Jambe. “Itulah sebabnya Jambi menjadi
nama provinsi dan juga Jambi menjadi nama ibukota provinsi,” katanya.
Sekarang pertanyaanya, kapan berdirinya
Kerajaan Jambi itu dan kapan munculnya nama ibukota Jambi. Menurut dia, hingga
kini belum ada data-data yang bisa dipegang untuk menentukan kapan timbulnya
Kota Jambi itu. Perlu diketahui bahwa tulisan-tulisan controller dan residen
pada zaman Belanda, didasarkan kepada pendengarannya dari omongan-omongan
rakyat biasa. “Kita tidak bisa atau belum bisa menentukan dengan tepat kapan
tanggal pasti tercetusnya nama “Jambi” itu, baik untuk provinsi ataupun Kota
Jambi,” sebutnya.
“Mungkin nanti pada suatu masa ada orang yang
dapat menunjukkan bukti-bukti baik berupa tulisan maupun dengan seloko adat dan
maupun dengan tembo-tembo lama. Yang dapat kita pegang sebagai data yang akurat
untuk menentukan permulaan timbulnya kata Jambi untuk provinsi maupun untuk
Kota Jambi,
IV. Tentang Provinsi Jambi
Perlu kita ketahui bersama
bahwa pada logo Provinsi Jambi yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 1969 tertera
kalimat Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Kemudian
beberapa symbol dan lambang Daerah antara lain adalah sebagai berikut;
1.
Bidang dasar persegi lima :
Melambangkan jiwa dan semangat PANCASILA Rakyat Jambi;
Melambangkan jiwa dan semangat PANCASILA Rakyat Jambi;
2.
Enam lobang mesjid dan satu keris serta fondasi mesjid dua susun
batu diatas lima dan dibawah tujuh : Melambangkan berdirinya daerah Jambi
sebagai daerah otonom yang berhak mengatur rumahtangganya sendiri pada tanggal
6 Januari 1957;
3.
Sebuah mesjid : Melambangkan keyakinan dan ketaatan Rakyat
Jambi dalam beragama;
4.
Keris Siginjai :Keris Pusaka yang melambangkan kepahlawanan Rakyat
Jambi menentang penjajahan dan kezaliman menggambarkan bulan berdirinya Provinsi
Jambi pada bulan Januari;
5.
Cerana yang pakai kain penutup persegi sembilan :
Melambangkan Keiklasan yang bersumber pada keagungan Tuhan menjiwai Hati Nurani;
Melambangkan Keiklasan yang bersumber pada keagungan Tuhan menjiwai Hati Nurani;
6.
GONG : Melambangkan jiwa demokrasi yang tersimpul dalam pepatah
adat "BULAT AIR DEK PEMBULUH, BULAT KATO DEK MUFAKAT";
7.
EMPAT GARIS : Melambangkan sejarah rakyat Jambi dari kerajaan
Melayu Jambi hingga menjadi Provinsi Jambi;
8.
Tulisan yang berbunyi: "SEPUCUK JAMBI SEMBILAN LURAH"
didalam satu pita yang bergulung tiga dan kedua belah ujungnya bersegi dua
melambangkan kebesaran kesatuan wilayah geografis 9 (Sembilan) DAS (daerah
aliran sungai) dan lingkup wilayah adat
dari Jambi : "SIALANG BELANTAK;
9.
BESI SAMPAI DURIAN BATAKUK RAJO DAN DIOMBAK NAN BADABUR, TANJUNG
JABUNG".
V.
Sejarah Berdirinya Provinsi Jambi
Dengan berakhirnya masa
kesultanan Jambi menyusul gugurnya Sulthan Thaha Saifuddin pada tanggal 27 April 1904 dan berhasilnya Belanda
menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi, maka Jambi ditetapkan sebagai
Keresidenan dan masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie. Residen Jambi yang
pertama O.L Helfrich yang diangkat berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal
Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906 dan pelantikannya dilaksanakan tanggal 2 Juli
1906.
Kekuasan Belanda atas
Jambi berlangsung ± 36 tahun karena pada tanggal 9 Maret 1942 terjadi peralihan
kekuasaan kepada Pemerintahan Jepang. Dan pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah
pada sekutu. Tanggal 17 Agustus 1945 diproklamirkanlah Negara Republik
Indonesia. Sumatera disaat Proklamasi tersebut menjadi satu Provinsi yaitu
Provinsi Sumatera dan Medan sebagai ibukotanya dan MR. Teuku Muhammad Hasan
ditunjuk memegangkan jabatan Gubernurnya.
Pada tanggal 18 April 1946
Komite Nasional Indonesia Sumatera sedang menyelenggarakan kegiatan sidang di
Bukittinggi dan memutuskan agar Provinsi Sumatera terdiri dari tiga Sub
Provinsi yaitu Sub Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera
Selatan.
Sub Provinsi Sumatera
Tengah mencakup keresidenan Sumatra Barat, Riau dan Jambi. Tarik menarik
Keresidenan Jambi untuk masuk ke Sumatera Selatan atau Sumatera Tengah ternyata
cukup alot dan akhirnya ditetapkan dengan pemungutan suara pada Sidang KNI
Sumatera tersebut dan Keresidenan Jambi masuk ke Sumatera Tengah. Sub-sub
Provinsi dari Provinsi Sumatera ini kemudian dengan undang-undang nomor 10
tahun 1948 ditetapkan sebagai sub Provinsi.
Dengan UU.No. 22 tahun
1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah keresidenan Jambi saat itu terdiri
dari 2 (dua) Kabupaten dan 1 (satu) Kota Praja Jambi. Kabupaten-kabupaten
tersebut adalah Kabupaten Merangin yang mencakup Kewedanaan Muara Tebo, Muaro
Bungo, Bangko dan Batanghari terdiri dari kewedanaan Muara Tembesi, Jambi Luar
Kota, dan Kuala Tungkal. Masa terus berjalan, banyak pemuka masyarakat yang
ingin keresidenan Jambi untuk menjadi bagian Sumatera Selatan dan dibagian lain
ada yang ingin tetap bahkan ada yang ingin berdiri sendiri. Terlebih dari itu, wilayah
Kerinci juga dikehendaki untuk masuk Keresidenan Jambi, karena sejak tanggal 1
Juni 1922 Kerinci yang tadinya bagian dari Kesultanan Jambi dimasukkan ke
keresidenan Sumatera Barat tepatnya jadi bagian dari Kabupaten Pesisir Selatan
dan Kerinci (PSK)
Tuntutan keresidenan Jambi
menjadi daerah Tingkat I Provinsi diangkat dalam Pernyataan Bersama antara
Himpunan Pemuda Merangin Batanghari (HP.MERBAHARI) dengan Front Pemuda Jambi
(FROPEJA) Pada tanggal 10 April 1954 yang diserahkan langsung Kepada Bung Hatta
Wakil Presiden di Bangko, yang ketika itu berkunjung kesana. Penduduk Jambi
saat itu tercatat kurang lebih 500.000 jiwa (tidak termasuk Kerinci)
Keinginan tersebut
diwujudkan kembali dalam Kongres Pemuda se-Daerah Jambi pada tanggal 30 April
s.d 3 Mei 1954 dengan mengutus 3(tiga) orang delegasi yaitu Rd. Abdullah, AT
Hanafiah dan H. Said serta seorang penasehat delegasi yaitu Bapak Syamsu Bahrun
guna menghadap Mendagri Prof. DR.MR Hazairin.
Berbagai kebulatan tekad
setelah itu bermunculan baik oleh gabungan parpol, Dewan Pemerintahan Marga,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Merangin, Batanghari. Puncaknya pada kongres
rakyat Jambi pada tanggal 14 s.d 18 Juni 1955 di gedung bioskop Murni
terbentuklah wadah perjuangan Rakyat Jambi bernama Badan Kongres Rakyat Djambi
(BKRD) untuk mengupayakan dan memperjuangkan Jambi menjadi Daerah Otonomi
Tingkat I Provinsi Jambi.
Pada Kongres Pemuda
se-daerah Jambi tanggal 2 s.d 5 Januari 1957 mendesak BKRD menyatakan
Keresidenan Jambi secara de facto menjadi Provinsi selambat-lambatnya pada tanggal
9 Januari 1957 .
Sidang Pleno BKRD pada tanggal
6 Januari 1957 pukul 02.00 dengan resmi menetapkan keresidenan Jambi menjadi
Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi yang berhubungan langsung dengan pemerintah
pusat dan keluar dari Provinsi Sumatera Tengah. Dewan Banteng selaku penguasa
pemerintah Provinsi Sumatera Tengah yang telah mengambil alih pemerintahan
Provinsi Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Mulyohardjo pada tanggal 9
Januari 1957 menyetujui keputusan BKRD.
Pada tanggal 8 Februari
1957 Ketua Dewan Banteng Letkol Ahmad Husein melantik Residen Djamin gr. Datuk
Bagindo sebagai acting Gubernur dan H. Hanafi sebagai wakil Acting Gubernur
Provinsi Djambi, dengan staff 11(sebelas) orang yaitu Nuhan, Rd. Hasan Amin, M. Adnan
Kasim, H.A. Manap, Salim, Syamsu Bahrun, Kms. H.A.Somad. Rd. Suhur, Manan,
Imron Nungcik dan Abd Umar yang dikukuhkan dengan SK No. 009/KD/U/L KPTS.
tertanggal 8 Februari 1957 dan sekaligus meresmikan berdirinya Provinsi Jambi
di halaman rumah Residen Jambi (kini Rumah dinas Gubernuran Jambi).
Pada tanggal 9 Agustus
1957 Presiden RI Ir. Soekarno akhirnya menandatangani di Denpasar Bali. UU
Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan
Jambi. Dengan UU No. 61 tahun 1958 tanggal 25 Juli 1958 UU Darurat No. 19 Tahun
1957 Tentang Pembentukan Daerah Sumatera Tingkat I Sumatera Barat, Djambi dan
Riau. (UU tahun 1957 No. 75) sebagai Undang-undang.
Dalam UU No. 61 tahun 1958
disebutkan pada pasal 1 hurup b, bahwa daerah Swatantra Tingkat I Jambi
wilayahnya mencakup wilayah daerah Swatantra Tingkat II Batanghari, Merangin,
dan Kota Praja Jambi serta Kecamatan-Kecamatan Kerinci Hulu, Tengah dan Hilir.
Kelanjutan UU No. 61 tahun
1958 tersebut pada tanggal 19 Desember 1958 Mendagri Sanoesi Hardjadinata
mengangkat dan menetapkan Djamin gr. Datuk Bagindo Residen Jambi sebagai Dienst
Doend DD Gubernur (residen yang ditugaskan sebagai Gubernur Provinsi Jambi
dengan SK Nomor UP/5/8/4). Pejabat Gubernur pada tanggal 30 Desember 1958
meresmikan berdirinya Provinsi Jambi atas nama Mendagri di Gedung Nasional
Jambi (sekarang gedung BKOW). Kendati dejure Provinsi Jambi di tetapkan dengan
UU Darurat 1957 dan kemudian UU No. 61 tahun 1958 tetapi dengan pertimbangan
sejarah asal-usul pembentukannya oleh masyarakat Jambi melalui BKRD maka
tanggal Keputusan BKRD 6 Januari 1957 ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi
Jambi, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Djambi Nomor. 1
Tahun 1970 tanggal 7 Juni 1970 tentang Hari Lahir Provinsi Djambi.
Adapun nama Residen dan
Gubernur Jambi mulai dari masa kolonial sampai dengan sekarang adalah sebagai
berikut :
Masa Kolonial, Residen
Belanda di Jambi adalah sebagai berikut:
1.
O.L. Helfrich (1906-1908)
2.
A.J.N Engelemberg (1908-1910)
3.
Th. A.L. Heyting (1910-1913)
4.
AL. Kamerling (1913-1915)
5.
H.E.C. Quast (1915 – 1918)
6.
H.L.C Petri (1918-1923)
7.
C. Poortman (1923-1925)
8.
G.J. Van Dongen (1925-1927)
9.
H.E.K Ezerman (1927-1928)
10.
J.R.F Verschoor Van Niesse (1928-1931)
11.
W.S. Teinbuch (1931-1933)
12.
Ph. J. Van der Meulen (1933-1936)
13.
M.J. Ruyschaver (1936-1940)
14.
Reuvers (1940-1942)
Tahun 1942 – 1945 Jepang masuk ke
Indonesia termasuk Jambi
VI.Masa Kemerdekaan Republik Indonesia
Residen Jambi:
1.
Dr. Segaf Yahya (1945)
2.
R. Inu Kertapati (1945-1950)
3.
Bachsan (1950-1953)
4.
Hoesin Puang Limbaro (1953-1954)
5.
R. Sudono (1954-1955)
6.
Djamin Datuk Bagindo (1954-1957) - Acting Gubernur
Kemudian pada tanggal 6 Januari
1957 BKRD menyatakan Keresidenan Jambi menjadi sebuah Propinsi.
Pada tanggal 8 Februari 1957 peresmian propinsi dan kantor gubernur di
kediaman Residen yang dilakukan oleh Ketua Dewan Banteng. Pembentukan propinsi
diperkuat oleh Keputusan Dewan Menteri tanggal 1 Juli 1957, Undang-Undang Nomor
1 /1957 dan Undang-Undang Darurat Nomor 19/1957 dan mengganti Undang-Undang
tersebut dengan Undang-Undang Nomor 61/1958.
VII. Masa Provinsi Jambi
Gubernur Jambi:
1. M. Joesoef Singedekane
(1957-1967)
2. H. Abdul Manap (Pejabat
Gubernur 1967-1968)
3. R.M. Noer Atmadibrata
(1968-1974)
4. Djamaluddin Tambunan, SH
(1974-1979)
5. Edy Sabara (Pejabat
Gubernur 1979)
6. Masjchun Sofwan, SH
(1979-1989), Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (Wakil Gubernur)
7. Drs. H. Abdurrahman
Sayoeti (1989-1999), Musa (Wakil Gubernur), Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil
Gubernur)
8. DRS. H. Zulkifli Nurdin,
MBA (1999-2005), Uteng Suryadiatna (Wakil Gubernur), Drs. Hasip Kalimudin Syam
(Wakil Gubernur)
9. DR.Ir. H. Sudarsono H, SH,
MA (Pejabat Gubernur 2005)
10. Drs. H. Zulkifli Nurdin,
MBA (Gubernur 2005-2010), Drs. H. Antony Zeidra Abidin (Wakil Gubernur
2005-2010);
11.
Hasan Basri Agus
(HBA) bersama Fachrori Umar menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih
Provinsi Jambi periode 2010-2015.
VII.
Penutup
Demikian sejarah singkat Provinsi Jambi dan sejarah
singkat Eks Kantor Residen Jambi yang sekarang menjadi Markas Komando Polisi
Perairan, Kepolisian Daerah Jambi (DITPOLAIR POLDA JAMBI), sengaja saya sajikan sebagai wujud nyata
kecintaan terhadap masa lampau /sejarah
wilayah tercinta dimana kita semua
berpijak dan berkehidupan, dengan semboyan JASMERAH (Jangan Sekali-kali
Meninggalkan Sejarah), dan pada hakekatnya generasi sekarang berkewajiban untuk
melestarikan segala hal menjadi cikal bakal
keberadaan masa lampau pemerintahan di Jambi. Prinsip hidup “INDAHNYA BERBAGI, PENGETAHUAN,
PENGALAMAN, DAN PATUT UNTUK DIAMALKAN SERTA DIBERIKAN KEPADA SIAPA SAJA YANG
MAU MENERIMANYA, ILMU JANGAN DIBAWA
SAMPAI MATI”. Semoga bermanfaat amin.
Dirgahayu
Propinsi Jambi.
REFERENSI
jambiprov.go.id/diupload pada hari minggu ,05 April
2015, 21:35 wib
rasyajustice.blogspot.com/.diupload
hari minggu, 05 April 2015,21.45 wib
jambi.tribunnews.com, Rabu, 7 Januari 2015 20:02,
FOTO EKS KANTOR RESIDEN JAMBI
SEKARANG MENJADI MAKO DITPOLAIR POLDA JAMBI
|
FOTO EKS KANTOR RESIDEN JAMBI
SEKARANG MENJADI MAKO DITPOLAIR POLDA JAMBI
|