Senin, 06 April 2015

EKS KANTOR RESIDEN JAMBI MENJADI MARKAS KOMANDO DITPOLAIR POLDA JAMBI

(TULISAN SEJARAH JAMBI)


JUDUL

EKS KANTOR RESIDEN JAMBI MENJADI MARKAS KOMANDO DITPOLAIR POLDA JAMBI



Ditulis Sebagai Upaya Untuk  Memberikan Informasi, Pernyataan Kebanggaan dan Rasa Percaya Diri sebagai warga Jambi  


 
























AKBP. H. DADANG DJOKO KARYANTO, AMd Mar, SH, SIP, MH.





Jambi,       April   2015

SEJARAH SINGKAT PROVINSI JAMBI
dan
CERITA SEJARAH EKS KANTOR RESIDEN JAMBI MENJADI MAKO DITPOLAIR POLDA JAMBI
kantor residen Jambi
Oleh  (AKBP H.DADANG DJOKO KARYANTO,AMd Mar, SH,SIP,MH)
I.Sejarah Singkat Tentang Kebedaraan Markas
Sejarah singkat tentang kebedaraan markas atau kantor Residen Jambi, berawal dari keberhasilan kerajaan Belanda dalam menaklukkan dan menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi, maka pemerintah Kerajaan Belanda menetapkan bahwa wilayah Jambi sebagai Keresidenan dan masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie. Residen Jambi yang pertama O.L Helfrich yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Belanda Nomor. 20 tanggal 4 Mei 1906 dan pelantikannya dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 1906.   Kekuasaan kerajaan Belanda atas wilayah Jambi berlangsung ± 36(tiga puluh enam) tahun karena pada tanggal 9 Maret 1942 terjadi peralihan kekuasaan kepada Pemerintahan Jepang sebagai pemenang dalam perang kawasan Asia pasifik pada saat itu. Oleh karena itu  kantor eks Residen Jambi menjadi saksi sejarah yang tidak  kalah pentingnya dalam membuka tabir asal usul pemerintahan di Jambi. Sehingga perlu kiranya gedung tua yang merupakan monumen  saksi sejarah Jambi tersebut dijaga dan  dilestarikan,  termasuk sebagai bagian cagar budaya yang berkaitan dengan bangunan bersejarah yang tetap harus dirawat secara maksimal.
Direktorat polisi perairan  Polda Jambi adalah salah satu direktorat  bagian dari Polda Jambi yang sengaja menempati  eks Kantor Residen Jambi pada tanggal 15 Januari 2014, keadaan ini disebabkan karena hingga saat ini  kesatuan tersebut belum memiliki bangunan permanen sebagai markas direktorat sendiri, oleh karena itu didorong  keinginan untuk melestarikan dan rasa cinta terhadap peninggalan sejarah, dimana gedung tersebut adalah tempat pertama pemerintahan Jambi dan pada awalnya dalam keadaan kotor, tidak terawat dengan baik,   maka Ditpolair berinisiatif  memugar dan mencoba merawat secara maksimal tanpa merubah konsep aslinya, sehingga terlihat pada saat ini dalam kondisi yang elok, bersih, terawat dan asri, dengan tampilan klasik  seperti wajah awal dimana gedung tersebut dibangun. Tampilan jadul dengan ciri kasnya ala bangunan Belanda tahun 1906, dan luar biasa klasiknya.

II.Sekelumit Cerita Sejarah  Pemuda Jambi.
Sekelumit Cerita Sejarah Ketika Pemuda Jambi Menodong Bung Hatta. Pemekaran wilayah yang marak setelah reformasi bergulir, boleh jadi memiliki kesamaan alasan dan latar belakang dengan pemekaran yang terjadi pada dekade pertama kemerdekaan Indonesia. Perlunya putra daerah yang berkiprah di tanah sendiri dan peranan pemuda Jambi lebih dominan, misalnya. Kondisi yang demikian menjadikan 2(dua) hal itu menjadi dinamika menjelang lahirnya Provinsi Jambi pada tanggal 6 Januari 1957, merujuk 58 tahun yang lalu. Sejak digabungkannya Keresidenan Sumatera Barat, Riau dan Jambi dalam Provinsi Sumatera Tengah, pada tahun 1948, adalah merupakan tonggak penting dalam sejarah Jambi. Terlebih, sebelumnya ada keinginan agar Jambi dimasukkan kedalam Keresidenan Sumatera Selatan. Namun pada akhirnya, setelah perundingan dilakukan dan alotnya pembicaraan  pada saat pembahasan, pemungutan suara Komite Nasional Indonesia Sumatera yang bersidang di Bukittingi, yang pada akhirnya sepakat dan memutuskan bahwa Jambi adalah bagian dari Sumatera Tengah.   Keinginan itu rupanya tetap tumbuh. Mengutip pernyataan Gusti Asnan dalam "Berpisah untuk Bersatu Dinamika Pemekaran Wilayah di Sumatera Tengah Tahun 1950-an". Ada sejumlah penyebab yang membuat Jambi ingin menjadi bagian wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Asnan menyirat bahwa ucapan Raden Mohammad Shadak, adalah seorang anggota Partai Indonesia Raya (PIR). Menurut bapak Mohammad Shadak, secara kekeluargaan (sosial), adat-istiadat, budaya, perhubungan, dan lain-lain, sudah barang tentu  adalah pada tempatnya Jambi lebih dekat dan termasuk bagian dari Sumatera Selatan. Demikian disampaikan karyawan Djambische Volksbank (bank di Jambi ketika itu) pada sebuah ceramah di Jambi, 27 Desember 1952. Itu satu hal. Persoalan lain adalah perasaan tidak puas terhadap Sumatera Barat. Di masa itu, Sumatra Barat memang dominan di Sumatera Tengah. Dominasi elitenya itu nampak pada posisi penting dalam pemerintahan daerah.  Dalam tulisannya yang lain, bapak Gusti Anan yang juga Guru Besar Sejarah Universitas Andalas "Regionalisme, Historiografi, dan Pemetaan Wilayah: Sumatera Barat Tahun 1950-an" dengan gamblang menbedahnya. Kata dia, gubernur pertama adalah orang Sumatera Barat dan 20 diantara 29 anggota Dewan Perwakilan Daerah Sumatera Tengah (DPRST) adalah wakil Sumatera Barat. Sementara itu, beberapa wakil dari Riau dan Jambi juga berasal dari Sumatera Barat. Selain itu, 4 dari 6 anggota Dewan Eksekutif Provinsi adalah orang Sumatera Barat, termasuk ketuanya. Tentunya kondisi yang demikian membuat situasi dan suasana  kecemburuan terhadap Jambi, yang timbul ketika itu adalah hal yang lumrah terjadi pada waktu itu. Kemudian  situasi yang penuh ketimpangan, cemburu atas peran Sumbar yang lebih dominan, tidak sampai memicu situasi  konflik kontak fisik yang kini lebih dikenal dengan istilah SARA. Pada kenyataanya, dominasi tersebut juga dikeluhkan dan dikemukakan oleh rakyat Riau. Mereka kemudian ingin memisahkan diri dari Sumatera Tengah.  Sehingga dinamika ketidakpuasan itu, terekam di surat kabar Haluan. Pada edisi tanggal 15 Desember 1952, surat kabar tersebut memuat aksi rakyat Jambi yang membuat pernyataan dan naskah resolusi. Itulah afirmasi pertama yang disampaikan secara tegas dalam menggugat keberadaan Sumatera Tengah.    "Resolusi itu adalah pernyataan pertama yang menuntut agar Provinsi Sumatera Tengah dipecah," tulis Gusti Anan, yang lahir di Pasaman, Sumatera Barat. Menurutnya, ada dua alasan yang dikemukakan oleh penandatangan resolusi itu. Pertama, tokoh-tokoh Jambi yang selama ini menjadi bupati akan diganti. Bupati M Kamil, misalnya akan diganti dengan bupati baru. Kedua,Bukittinggi disebut-sebut telah  menganaktirikan rakyat Jambi.   Hal ini ditegaskan dengan pernyataan, selama daerah Jambi masuk Provinsi Sumatera Tengah perhubungan semakin sulit. "Perjalanan dari Jambi ke Bukittinggi bisa ditempuh dalam waktu dua minggu, dan bila musim penghujan bahkan bisa memakan waktu satu bulan," ungkap Gusti Anan.
Kekecewaan akan infrastruktur ini mengingatkan kita pada jalan Jambi-Kerinci yang dulu acap dikeluhkan. Sehingga tak heran dulu sempat timbul wacana Kerinci ingin menjadi provinsi sendiri.
Seiring waktu, keinginan Jambi untuk menjadi provinsi sendiri kian kuat. Di sinilah peran pemuda membuahkan hasil. Himpunan Pemuda Merangin Batanghari dan Front Pemuda Jambi (FROPEJA) pada 10 April 1954 membuat pernyataan bersama yang kemudian diserahkan langsung kepada Bung Hatta. 
Wakil Presiden RI yang pertama  Bung Hatta menerima resolusi itu, yang keberadaan beliau  pada saat ia hadir di di kota Bangko. Tak sampai di situ, klimaksnya pada kongres rakyat Jambi tanggal 14- s.d 18 Juni 1955 di gedung bioskop Murni terbentuklah wadah perjuangan Rakyat Jambi bernama Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD). Dan lagi-lagi peran pemuda Jambi  bergerak untuk memperjuangkan terkait kemandirian wilayah Jambi agar berpisah dari wilayah Sumatra Tengah.  Keberadaan kongres Pemuda se-Jambi pada tanggal 2-5 Januari 1957 mendesak BKRD menyatakan Keresidenan Jambi secara de facto menjadi Provinsi selambat-lambatnya tanggal 9 Januari 1957 .
Singkat cerita, pada 9 Agustus 1957 Presiden Soekarno akhirnya menandatangani UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi.
Mengutip Usman Meng, kendati dejure Provinsi Jambi ditetapkan dengan UU Darurat 1957 dan kemudian UU No. 61 tahun 1958 tetapi dengan pertimbangan sejarah asal-usul pembentukannya oleh masyarakat Jambi melalui BKRD maka tanggal Keputusan BKRD tanggal  6 Januari 1957 ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jambi. Bioskop Murni, Saksi Sejarah Deklarasi
Sayangnya kini satu tempat bersejarah tersebut tak tampak lagi bekas-bekas peninggalan cagar budaya. Semua hilang dimakan renovasi. Tokoh sejarah dan budayawan Jambi, Junaidi T Nor banyak menceritakan fungsi penting dari gedung itu yakni menjadi tempat rapat Badan Kongres Rakyat Jambi (BKRJ).   "Jadi di sanalah seluruh utusan dari Jambi Ulu dan Jambi Ilir serta Jambi Praja," ujar bapak Junaidi. Pak Junaidi menjelaskan bahwa Jambi Ulu yang pada saat ini berubah menjadi Batanghari dan Ilir menjadi Merangin, sedangkan Jambi Praja adalah Kota Jambi. Itu sesuai dengan perkembangan masing-masing wilayah.  Di gedung tersebut terjadi pembicaraan serius puluhan pemuda. Mereka menyusun persiapan deklarasi pendirian provinsi Jambi yang kemudian ditembuskan pada pemerintah pusat Republik Indonesia.  "Bicara politik, kelompok tapi belum membicarakan siapa yang memimpin Jambi," katanya.    Pak Junaidi menjelaskan kenapa saat itu Bioskop Murni dipakai sebagai tempat musyawarah bagi pemuda Jambi. Dia mengatakan tempat itu menjadi tempat strategis karena, kantor residen gubernur, kantor walikota dan kantor bupati terletak di sekitar daerah itu.

III.Catatan H.Zaihifni Ishak (Daun Sekejut)
 Catatan H.Zaihifni Ishak (Daun Sekejut), menurut ahli sejarah, mungkin hanya sebagian masyarakat yang mengerti. itupun Jika ada kebanyakan masyarakat hanya mengetahui melalui buku-buku dan referensi lainnya. Misalnya, sejarah Provinsi Jambi hampir sebagian masyarakat belum mengetahui secara pasti sejarah tersebut.  Berikut catatan kecil seorang pemerhati sejarah dan pemerintahan Jambi, H Zaihifni Ishak (Daun Sekejut). Dalam catatan kecil pria yang kini berumur 80 tahun itu, ada pertanyaan pertama tentang apa makna Sepucuk Jambi Sembilan Lurah itu sebenarnya?  Menurut dia, semboyan Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, adalah satu kalimat yang tidak bisa dipisah karena istilah itu merupakan suatu satu kesatuan. Istilah Sepucuk Jambi Sembilan Lurah sebenarnya berasal dari perkataan Kepoentyak Djambi Sembilan Loerah.
“Kepoentjak Jambi Sembilan Loerah itu ialah suatu daerah sebelah atas dari daerah tujuh koto dan sembilan koto. Jadi, daerah Kepoentjak Djambi Sembilan Loerah itu termasuk Kerajaan Jambi pada zaman dahulu. Tetapi sekarang tidak masuk ke dalam Provinsi Jambi. Bahkan, menyebutkan Sepucuk Jambi Sembilan Lurah sama dengan Provinsi Jambi sekarang adalah suatu kesalahan besar,” cetusnya.   Masih dalam catatannya, terkait Meriam Si Jimad dan Gong Sitimang Jambi. Kata dia Meriam Si Jimad adalah lambang Suku Kedipan (Orang Kayo Kedataran) yang bertempat tinggal di Petajen. Sedangkan Gong Setimang Jambi adalah lambang bangsawan suku perban yang diketuai oleh Orang Kayo Pingai.  “Yang bertempat tinggal di Jebus. Andai kata ada orang yang mengatakan Meriam Si Jimad dan Gong Sitimang Jambi adalah lambang Kota Madya Jambi, perlu ditanyakan kepada orang yang membuat lambang Kota Madya itu,” katanya.   Berikutnya, kata dia terkait yang dikatakan Kerajaan Jambi. Menurut dia, yang termasuk Kerajaan Jambi dulu adalah VII Koto dan IX Koto, Jebus, Air Hitam, Petajen, Marosebo dan Pucuk Jambi Sembilan Lurah.   “Dengan demikian berarti Sepucuk Jambi Sembilan Lurah itu adalah sebagian Kerajaan Jambi dulu dan juga Pucuk Jambi Sembilan Lurah itu tidak identik dengan Provinsi Jambi saat ini,” tulisnya.  Terakhir, kata Daun Sekejut terkait asal mula kata Jambi. Menurut cerita, ada seorang putri yang bernama Putri Pinang Masak diikuti oleh ketiga saudaranya datang ke tempat yang sekarang, bernama Kota Jambi.   Pada waktu itu, nama tempat itu bukanlah Jambi. Di bawah pimpinan Putri Pinang Masak, kerajaannya makin makmur, pedagang-pedangan keliling menyebarkan keharuman ke mana-mana. Di antara pedagang-pedagang itu ada yang datang dari Mataram. Setelah ia kembali ke Mataram iya menceritakan kekagumannya atas kecerdasan Putri Pinang Masak.
Raja Mataram setelah mendengar cerita itu menyebutnya dengan nama Putri Djambe. Sejak itu kerajaan itu juga disebut Kerajaan Jambe. “Jadi, kata Jambi itu berasal dari kata Jambe yang di dalam bahasa Jawa artinya pinang,” cetusnya.   Lebih lanjut ia menjelaskan,  pada mulanya kerajaannya yang dinamakan Jambe  berubah juga ibukotanya menjadi Jambe. “Itulah sebabnya Jambi menjadi nama provinsi dan juga Jambi menjadi nama ibukota provinsi,” katanya.
Sekarang pertanyaanya, kapan berdirinya Kerajaan Jambi itu dan kapan munculnya nama ibukota Jambi. Menurut dia, hingga kini belum ada data-data yang bisa dipegang untuk menentukan kapan timbulnya Kota Jambi itu. Perlu diketahui bahwa tulisan-tulisan controller dan residen pada zaman Belanda, didasarkan kepada pendengarannya dari omongan-omongan rakyat biasa. “Kita tidak bisa atau belum bisa menentukan dengan tepat kapan tanggal pasti tercetusnya nama “Jambi” itu, baik untuk provinsi ataupun Kota Jambi,” sebutnya.
“Mungkin nanti pada suatu masa ada orang yang dapat menunjukkan bukti-bukti baik berupa tulisan maupun dengan seloko adat dan maupun dengan tembo-tembo lama. Yang dapat kita pegang sebagai data yang akurat untuk menentukan permulaan timbulnya kata Jambi untuk provinsi maupun untuk Kota Jambi,
IV. Tentang Provinsi Jambi
Perlu kita ketahui bersama bahwa pada logo Provinsi Jambi yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 1969 tertera kalimat Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Kemudian  beberapa symbol dan lambang Daerah antara lain adalah sebagai berikut;
1.           Bidang dasar persegi lima :
Melambangkan jiwa dan semangat PANCASILA Rakyat Jambi;
2.           Enam lobang mesjid dan satu keris serta fondasi mesjid dua susun batu diatas lima dan dibawah tujuh : Melambangkan berdirinya daerah Jambi sebagai daerah otonom yang berhak mengatur rumahtangganya sendiri pada tanggal 6 Januari 1957;
3.           Sebuah mesjid : Melambangkan keyakinan dan ketaatan Rakyat Jambi dalam beragama;
4.           Keris Siginjai :Keris Pusaka yang melambangkan kepahlawanan Rakyat Jambi menentang penjajahan dan kezaliman menggambarkan bulan berdirinya Provinsi Jambi pada bulan Januari;
5.           Cerana yang pakai kain penutup persegi sembilan :
Melambangkan Keiklasan yang bersumber pada keagungan Tuhan menjiwai Hati Nurani;
6.           GONG : Melambangkan jiwa demokrasi yang tersimpul dalam pepatah adat "BULAT AIR DEK PEMBULUH, BULAT KATO DEK MUFAKAT";
7.           EMPAT GARIS : Melambangkan sejarah rakyat Jambi dari kerajaan Melayu Jambi hingga menjadi Provinsi Jambi;
8.           Tulisan yang berbunyi: "SEPUCUK JAMBI SEMBILAN LURAH" didalam satu pita yang bergulung tiga dan kedua belah ujungnya bersegi dua melambangkan kebesaran kesatuan wilayah geografis 9 (Sembilan) DAS (daerah aliran sungai)  dan lingkup wilayah adat dari Jambi : "SIALANG BELANTAK;
9.           BESI SAMPAI DURIAN BATAKUK RAJO DAN DIOMBAK NAN BADABUR, TANJUNG JABUNG".




V. Sejarah Berdirinya Provinsi Jambi
Dengan berakhirnya masa kesultanan Jambi menyusul gugurnya Sulthan Thaha Saifuddin pada  tanggal 27 April 1904 dan berhasilnya Belanda menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi, maka Jambi ditetapkan sebagai Keresidenan dan masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie. Residen Jambi yang pertama O.L Helfrich yang diangkat berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906 dan pelantikannya dilaksanakan tanggal 2 Juli 1906.
Kekuasan Belanda atas Jambi berlangsung ± 36 tahun karena pada tanggal 9 Maret 1942 terjadi peralihan kekuasaan kepada Pemerintahan Jepang. Dan pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah pada sekutu. Tanggal 17 Agustus 1945 diproklamirkanlah Negara Republik Indonesia. Sumatera disaat Proklamasi tersebut menjadi satu Provinsi yaitu Provinsi Sumatera dan Medan sebagai ibukotanya dan MR. Teuku Muhammad Hasan ditunjuk memegangkan jabatan Gubernurnya.
Pada tanggal 18 April 1946 Komite Nasional Indonesia Sumatera sedang menyelenggarakan kegiatan sidang di Bukittinggi dan memutuskan agar Provinsi Sumatera terdiri dari tiga Sub Provinsi yaitu Sub Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.
Sub Provinsi Sumatera Tengah mencakup keresidenan Sumatra Barat, Riau dan Jambi. Tarik menarik Keresidenan Jambi untuk masuk ke Sumatera Selatan atau Sumatera Tengah ternyata cukup alot dan akhirnya ditetapkan dengan pemungutan suara pada Sidang KNI Sumatera tersebut dan Keresidenan Jambi masuk ke Sumatera Tengah. Sub-sub Provinsi dari Provinsi Sumatera ini kemudian dengan undang-undang nomor 10 tahun 1948 ditetapkan sebagai sub Provinsi.
Dengan UU.No. 22 tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah keresidenan Jambi saat itu terdiri dari 2 (dua) Kabupaten dan 1 (satu) Kota Praja Jambi. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah Kabupaten Merangin yang mencakup Kewedanaan Muara Tebo, Muaro Bungo, Bangko dan Batanghari terdiri dari kewedanaan Muara Tembesi, Jambi Luar Kota, dan Kuala Tungkal. Masa terus berjalan, banyak pemuka masyarakat yang ingin keresidenan Jambi untuk menjadi bagian Sumatera Selatan dan dibagian lain ada yang ingin tetap bahkan ada yang ingin berdiri sendiri. Terlebih dari itu, wilayah Kerinci juga dikehendaki untuk masuk Keresidenan Jambi, karena sejak tanggal 1 Juni 1922 Kerinci yang tadinya bagian dari Kesultanan Jambi dimasukkan ke keresidenan Sumatera Barat tepatnya jadi bagian dari Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci (PSK)
Tuntutan keresidenan Jambi menjadi daerah Tingkat I Provinsi diangkat dalam Pernyataan Bersama antara Himpunan Pemuda Merangin Batanghari (HP.MERBAHARI) dengan Front Pemuda Jambi (FROPEJA) Pada tanggal 10 April 1954 yang diserahkan langsung Kepada Bung Hatta Wakil Presiden di Bangko, yang ketika itu berkunjung kesana. Penduduk Jambi saat itu tercatat kurang lebih 500.000 jiwa (tidak termasuk Kerinci)
Keinginan tersebut diwujudkan kembali dalam Kongres Pemuda se-Daerah Jambi pada tanggal 30 April s.d 3 Mei 1954 dengan mengutus 3(tiga) orang delegasi yaitu Rd. Abdullah, AT Hanafiah dan H. Said serta seorang penasehat delegasi yaitu Bapak Syamsu Bahrun guna menghadap Mendagri Prof. DR.MR Hazairin.
Berbagai kebulatan tekad setelah itu bermunculan baik oleh gabungan parpol, Dewan Pemerintahan Marga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Merangin, Batanghari. Puncaknya pada kongres rakyat Jambi pada tanggal 14 s.d 18 Juni 1955 di gedung bioskop Murni terbentuklah wadah perjuangan Rakyat Jambi bernama Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD) untuk mengupayakan dan memperjuangkan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi Jambi.
Pada Kongres Pemuda se-daerah Jambi tanggal 2 s.d 5 Januari 1957 mendesak BKRD menyatakan Keresidenan Jambi secara de facto menjadi Provinsi selambat-lambatnya pada tanggal 9 Januari 1957 .
Sidang Pleno BKRD pada tanggal 6 Januari 1957 pukul 02.00 dengan resmi menetapkan keresidenan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi yang berhubungan langsung dengan pemerintah pusat dan keluar dari Provinsi Sumatera Tengah. Dewan Banteng selaku penguasa pemerintah Provinsi Sumatera Tengah yang telah mengambil alih pemerintahan Provinsi Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Mulyohardjo pada tanggal 9 Januari 1957 menyetujui keputusan BKRD.
Pada tanggal 8 Februari 1957 Ketua Dewan Banteng Letkol Ahmad Husein melantik Residen Djamin gr. Datuk Bagindo sebagai acting Gubernur dan H. Hanafi sebagai wakil Acting Gubernur Provinsi Djambi, dengan staff 11(sebelas)  orang yaitu Nuhan, Rd. Hasan Amin, M. Adnan Kasim, H.A. Manap, Salim, Syamsu Bahrun, Kms. H.A.Somad. Rd. Suhur, Manan, Imron Nungcik dan Abd Umar yang dikukuhkan dengan SK No. 009/KD/U/L KPTS. tertanggal 8 Februari 1957 dan sekaligus meresmikan berdirinya Provinsi Jambi di halaman rumah Residen Jambi (kini Rumah dinas Gubernuran Jambi).
Pada tanggal 9 Agustus 1957 Presiden RI Ir. Soekarno akhirnya menandatangani di Denpasar Bali. UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Dengan UU No. 61 tahun 1958 tanggal 25 Juli 1958 UU Darurat No. 19 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah Sumatera Tingkat I Sumatera Barat, Djambi dan Riau. (UU tahun 1957 No. 75) sebagai Undang-undang.
Dalam UU No. 61 tahun 1958 disebutkan pada pasal 1 hurup b, bahwa daerah Swatantra Tingkat I Jambi wilayahnya mencakup wilayah daerah Swatantra Tingkat II Batanghari, Merangin, dan Kota Praja Jambi serta Kecamatan-Kecamatan Kerinci Hulu, Tengah dan Hilir.
Kelanjutan UU No. 61 tahun 1958 tersebut pada tanggal 19 Desember 1958 Mendagri Sanoesi Hardjadinata mengangkat dan menetapkan Djamin gr. Datuk Bagindo Residen Jambi sebagai Dienst Doend DD Gubernur (residen yang ditugaskan sebagai Gubernur Provinsi Jambi dengan SK Nomor UP/5/8/4). Pejabat Gubernur pada tanggal 30 Desember 1958 meresmikan berdirinya Provinsi Jambi atas nama Mendagri di Gedung Nasional Jambi (sekarang gedung BKOW). Kendati dejure Provinsi Jambi di tetapkan dengan UU Darurat 1957 dan kemudian UU No. 61 tahun 1958 tetapi dengan pertimbangan sejarah asal-usul pembentukannya oleh masyarakat Jambi melalui BKRD maka tanggal Keputusan BKRD 6 Januari 1957 ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jambi, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Djambi Nomor. 1 Tahun 1970 tanggal 7 Juni 1970 tentang Hari Lahir Provinsi Djambi.
Adapun nama Residen dan Gubernur Jambi mulai dari masa kolonial sampai dengan sekarang adalah sebagai berikut :
Masa Kolonial, Residen Belanda di Jambi adalah sebagai berikut:
1.        O.L. Helfrich (1906-1908)
2.        A.J.N Engelemberg (1908-1910)
3.        Th. A.L. Heyting (1910-1913)
4.        AL. Kamerling (1913-1915)
5.        H.E.C. Quast (1915 – 1918)
6.        H.L.C Petri (1918-1923)
7.        C. Poortman (1923-1925)
8.        G.J. Van Dongen (1925-1927)
9.        H.E.K Ezerman (1927-1928)
10.    J.R.F Verschoor Van Niesse (1928-1931)
11.    W.S. Teinbuch (1931-1933)
12.    Ph. J. Van der Meulen (1933-1936)
13.    M.J. Ruyschaver (1936-1940)
14.    Reuvers (1940-1942)
Tahun 1942 – 1945 Jepang masuk ke Indonesia termasuk Jambi

VI.Masa Kemerdekaan Republik Indonesia
Residen Jambi:
1.        Dr. Segaf Yahya (1945)
2.        R. Inu Kertapati (1945-1950)
3.        Bachsan (1950-1953)
4.        Hoesin Puang Limbaro (1953-1954)
5.        R. Sudono (1954-1955)
6.        Djamin Datuk Bagindo (1954-1957) - Acting Gubernur

Kemudian pada tanggal 6 Januari 1957 BKRD menyatakan Keresidenan Jambi menjadi sebuah  Propinsi.  Pada tanggal 8 Februari 1957 peresmian propinsi dan kantor gubernur di kediaman Residen yang dilakukan oleh Ketua Dewan Banteng. Pembentukan propinsi diperkuat oleh Keputusan Dewan Menteri tanggal 1 Juli 1957, Undang-Undang Nomor 1 /1957 dan Undang-Undang Darurat Nomor 19/1957 dan mengganti Undang-Undang tersebut dengan Undang-Undang Nomor 61/1958.

VII. Masa Provinsi Jambi
Gubernur Jambi:
1.    M. Joesoef Singedekane (1957-1967)
2.    H. Abdul Manap (Pejabat Gubernur 1967-1968)
3.    R.M. Noer Atmadibrata (1968-1974)
4.    Djamaluddin Tambunan, SH (1974-1979)
5.    Edy Sabara (Pejabat Gubernur 1979)
6.    Masjchun Sofwan, SH (1979-1989), Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (Wakil Gubernur)
7.    Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (1989-1999), Musa (Wakil Gubernur), Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil Gubernur)
8.    DRS. H. Zulkifli Nurdin, MBA (1999-2005), Uteng Suryadiatna (Wakil Gubernur), Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil Gubernur)
9.    DR.Ir. H. Sudarsono H, SH, MA (Pejabat Gubernur 2005)
10. Drs. H. Zulkifli Nurdin, MBA (Gubernur 2005-2010), Drs. H. Antony Zeidra Abidin (Wakil Gubernur 2005-2010);
11. Hasan Basri Agus (HBA) bersama Fachrori Umar menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih Provinsi Jambi periode 2010-2015.

VII. Penutup
Demikian sejarah singkat Provinsi Jambi dan sejarah singkat Eks Kantor Residen Jambi yang sekarang menjadi Markas Komando Polisi Perairan, Kepolisian Daerah Jambi (DITPOLAIR POLDA JAMBI),  sengaja saya sajikan sebagai wujud nyata kecintaan terhadap  masa lampau /sejarah wilayah tercinta dimana kita semua  berpijak dan berkehidupan, dengan semboyan JASMERAH (Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah), dan pada hakekatnya generasi sekarang berkewajiban untuk melestarikan segala hal menjadi cikal bakal  keberadaan masa lampau pemerintahan di Jambi.  Prinsip hidup “INDAHNYA BERBAGI, PENGETAHUAN, PENGALAMAN, DAN PATUT UNTUK DIAMALKAN SERTA DIBERIKAN KEPADA SIAPA SAJA YANG MAU MENERIMANYA, ILMU JANGAN  DIBAWA SAMPAI  MATI”. Semoga bermanfaat amin.
Dirgahayu Propinsi Jambi.


REFERENSI
jambiprov.go.id/diupload pada hari minggu ,05 April 2015, 21:35 wib
rasyajustice.blogspot.com/.diupload hari minggu, 05 April 2015,21.45 wib

jambi.tribunnews.com, Rabu, 7 Januari 2015 20:02,

 

FOTO EKS KANTOR RESIDEN JAMBI SEKARANG MENJADI MAKO DITPOLAIR POLDA JAMBI